GTN.COM, Garut – Balai Besar Guru Penggerak Provinsi Jawa Barat melaksanakan kegiatan bertajuk “Kareta Sobat Nganjang Ka Situs Budaya Cangkuang” mengambil lokasi di Situs Candi Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, pada Selasa (13/8/2024).
Kepala Balai Besar Guru Penggerak Provinsi Jawa Barat, Mohammad Hartono, menyatakan bahwa Balai Besar Guru Penggerak telah berdiri selama dua tahun dengan tugas utama mengembangkan dan memberdayakan guru-guru di seluruh Jawa Barat. Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya untuk menjangkau guru-guru di seluruh wilayah provinsi, dengan turun langsung ke lapangan guna memberikan pemahaman mengenai perubahan ekosistem pendidikan.
Pihaknya mengambil inisiatif jemput bola dengan mendatangi daerah-daerah yang mungkin selama ini belum terjangkau. “Kami ingin memastikan semua guru di Jawa Barat bisa merasakan kehadiran Balai Besar Guru Penggerak,” ujarnya.
Kegiatan serupa juga telah dilaksanakan di berbagai kabupaten dan kota lainnya di Jawa Barat, termasuk di Situs Candi Cangkuang ini. Mohammad Hartono menegaskan komitmennya untuk terus bergerak ke 27 kabupaten/kota di Jawa Barat dalam rangka menyapa guru-guru yang belum pernah bertemu dengan Balai Besar Guru Penggerak.
Kegiatan ini terbuka untuk semua. Pihaknya menyediakan layanan-layanan informasi terkini dan menghadirkan sosok-sosok inspiratif. “Harapan kami, para guru bisa saling menginspirasi, karena untuk bisa menginspirasi, guru juga perlu mendapatkan inspirasi,” tambahnya.
Hartono mengungkapkan, Provinsi Jawa Barat saat ini memiliki sekitar 18.347 guru penggerak, dengan 1.424 di antaranya berada di Kabupaten Garut. Ia berharap para guru penggerak ini dapat menjadi teladan dan inspirasi bagi guru-guru lainnya.
“Harapan saya 1.424 yang ada di Garut itu bisa menginspirasi guru-guru lainnya, dan guru-guru lainnya pun belajar dari guru penggerak,” jelasnya.
Ia menyebutkan perbedaan guru penggerak dengan guru biasa, di mana guru penggerak fokus pada bakat dan minat murid. Perlakuan dan fasilitasi disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing murid, sehingga setiap anak mendapatkan dukungan yang tepat.
Menurut Hartono, seorang guru harus mendampingi murid dengan hati, seakan-akan mendidik anak sendiri. “Unik bakatnya kita dampingi, kita fasilitasi. Kalau dulu kan nggak, sama semua, 20 anak diajarin sama,” tandasnya. (Asopian)